Pakistan Usulkan Trump Raih Nobel Perdamaian, Ini Alasannya

- Business Insider
Pemerintah Pakistan mengejutkan dunia dengan mengumumkan niatnya untuk mengusulkan mantan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, sebagai kandidat Hadiah Nobel Perdamaian. Langkah ini diambil menyusul peran Trump dalam meredakan ketegangan militer antara India dan Pakistan, dua negara bertetangga yang sama-sama memiliki senjata nuklir.
Pengumuman tersebut datang di tengah situasi geopolitik yang semakin panas, terutama setelah Amerika Serikat meluncurkan serangan udara ke tiga lokasi fasilitas nuklir di Iran. Namun, Pakistan menilai bahwa keberhasilan Trump dalam menghentikan konflik bersenjata berdurasi empat hari dengan India cukup menjadi bukti kapasitasnya sebagai seorang "pembawa damai."
“Presiden Trump menunjukkan kejernihan strategis dan kenegarawanan yang luar biasa melalui keterlibatan diplomatik aktif dengan Islamabad dan New Delhi,” demikian pernyataan resmi pemerintah Pakistan. “Intervensinya menjadi bukti nyata perannya sebagai pejuang perdamaian sejati.”
Di Balik Usulan Nobel: Kepentingan Strategis Pakistan?
Sebagian analis menilai langkah ini bukan semata-mata bentuk apresiasi terhadap Trump, melainkan strategi cerdas untuk mempengaruhi sikap Amerika Serikat terhadap kemungkinan serangan gabungan dengan Israel terhadap fasilitas nuklir Iran. Pakistan sebelumnya telah mengutuk keras tindakan militer Israel yang dianggap melanggar hukum internasional dan mengancam stabilitas regional.
"Trump bagus untuk Pakistan," ujar Mushahid Hussain, mantan Ketua Komite Pertahanan Senat Pakistan. "Kalau ini bisa memuaskan egonya, ya tidak masalah. Semua pemimpin Eropa juga menjilat Trump besar-besaran."
Namun, tidak semua kalangan di Pakistan menyambut baik gagasan ini. Dukungan Trump terhadap Israel dalam konflik di Gaza menjadi sumber kemarahan publik.
“Penyokong utama Israel di Gaza dan pendukung serangannya ke Iran bukanlah kandidat untuk hadiah apa pun,” tulis Talat Hussain, jurnalis senior Pakistan, dalam unggahannya di X (sebelumnya Twitter). “Lagi pula, bagaimana jika beberapa bulan lagi dia kembali mesra dengan Modi?”
Amerika dan India Belum Merespons
Meskipun pemerintah Pakistan telah menyampaikan niat resmi untuk mengajukan nominasi tersebut, belum ada tanggapan dari pihak Washington. Begitu pula dengan pemerintah India yang memilih bungkam.
India bersikeras bahwa penghentian konflik beberapa waktu lalu adalah hasil dari kesepakatan militer bilateral, bukan karena intervensi eksternal.
Pemerintah India juga menegaskan kembali penolakannya terhadap mediasi asing dalam konflik Kashmir. Dalam komunikasi telepon pasca batalnya pertemuan bilateral di KTT G7 di Kanada, Perdana Menteri Narendra Modi menegaskan bahwa India “tidak dan tidak akan pernah menerima mediasi” atas isu Kashmir.
Ambisi Trump Raih Pengakuan Global
Donald Trump sendiri bukan orang asing dalam upaya pencitraan sebagai tokoh perdamaian dunia. Dalam berbagai kesempatan, ia mengklaim telah meredakan berbagai konflik internasional, termasuk perdamaian antara Israel dan negara-negara Arab dalam Abraham Accords.
Lewat unggahan media sosial terbarunya, Trump menulis, “Saya telah menyelesaikan banyak konflik, termasuk antara India dan Pakistan. Tapi saya tidak akan pernah menerima Nobel Perdamaian, apa pun yang saya lakukan.”
Pernyataan tersebut tampaknya mencerminkan frustrasi Trump karena merasa jasanya dalam diplomasi global tidak mendapat pengakuan yang layak.
Pertemuan Militer dan Diplomasi yang Mencengangkan
Minggu ini juga menjadi momen bersejarah dalam hubungan AS-Pakistan. Jenderal Asim Munir, Panglima Angkatan Bersenjata Pakistan, makan siang dengan Trump dalam pertemuan tertutup di Washington. Ini merupakan kali pertama seorang pemimpin militer Pakistan diundang secara resmi ke Gedung Putih saat pemerintahan sipil masih berkuasa di Islamabad.
Pertemuan tersebut menimbulkan spekulasi bahwa hubungan militer kedua negara sedang dijajaki kembali setelah beberapa tahun ketegangan.